EVVY KARTINI
Penemu Penghantar
Listrik Berbahan Gelas
Di kalangan internasional, Dr. Evvy Kartini memiliki
reputasi terhormat. Ia dikenal sebagai ilmuwan penemu penghantar listrik
berbahan gelas dengan teknik hamburan netron yang berdaya hantar sepuluh
ribu kali lipat dari bahan sebelumnya. Penemuannya itu membuka peluang
produksi baterai mikro isi ulang. Material kaca yang lebih elastis, secara
logika bisa dibentuk semungil dan setipis mungkin. Revolusi baterai pun di
depan mata. Baterai tidak lagi identik berpenghantar elektrolit cair.
Sebelum menemukan bahan-bahan gelas berpenghantar
listrik superionik, dibutuhkan percobaan mahal. Inilah yang sempat
membuatnya hampir putus asa. Biaya dan fasilitas penelitian di Indonesia,
termasuk Batan, tidak memungkinkannya. Beruntung, Evvy, penerima penghargaan
Indonesia Toray Science Foundation/ITSF 2004 ini bukanlah tipe yang mudah putus asa.
Dikirimkannya proposal itu ke lembaga penelitian di Kanada.
Ketertarikan sarjana Fisika lulusan ITB itu terhadap
pengembangan material gelas berawal pada saat ia magang di Hahn Meitner
Institute (HMI) di Berlin, Jerman, 1990. Ia dibimbing ahli hamburan netron
Prof Dr Ferenc Mezei.
Karier penelitiannya dimulai saat menyelesaikan S2-nya
di Universitas Teknik Berlin. Ia berhasil menemukan model baru difusi dalam
material gelas. Penemuan itu dipresentasikan pada Konferensi Internasional
Hamburan Netron (ICNS) Jepang. Maka namanya mulai tercatat dalam jurnal
penelitian internasional bergengsi seperti Physica B (1994). Sejak itu,
tawaran presentasi dan konferensi mengalir deras.
Tahun 1996, melalui kolaborasinya dengan profesor dari
Universitas Mc Master, Kanada, Evvy kembali menemukan hal baru: adanya
puncak Boson pada saat energi rendah. Temuan itu dipresentasikannya pada
600 peserta konferensi hamburan netron Eropa I/ECNS di Interlaken, Swiss.
Namanya kembali tercatat dalam jurnal internasional, Canadian Journal of
Physics (1995), Physical Review B (1995), dan Physica B (1997).
Ia pun mulai berkolaborasi dengan profesor dari
Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia (ANSTO). Profesor itulah
yang membuka jalan untuk berkolaborasi dengan banyak profesor lain di
negara maju.
Penelitian tentang bahan-bahan superionik berbahan
gelas ia mulai tahun 1996, sepulang dari Jerman. Ia sempat frustrasi karena
terbatasnya fasilitas, tetapi tetap tekun menyiapkan eksperimen, seperti
difraksi Sinar X dan pengukuran suhu serta konduktivitasnya, untuk dikirim
ke Chalk River Laboratory, Kanada.
Tahun 1998 ia menerima penghargaan Riset Unggulan
Terpadu (RUT) VI dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas
penelitiannya berjudul "Sintesa dan Karakterisasi Bahan-bahan Gelas
Superionik (AgI)x(AgPO3)1-x". Tahun itu juga, ia menerima tawaran
program postdoctoral di Kanada.
Sungguh kebetulan. Ia tidak perlu menyupervisi contoh
yang akan dieksperimen di Kanada. Bersama Prof Dr MF Collins, ia mencoba
memahami mekanisme konduksi dari bahan gelas bersifat superionik dan
mengamati ketergantungan suhu bahan-bahan superionik.
Saat itu pula ia mulai berkolaborasi dengan para
profesor peneliti netron dari Jepang dan Inggris, negara-negara terkemuka
dalam penelitian netron. Kolaborasi menghasilkan fenomena dinamika ion
dalam bahan-bahan gelas. Penemuan besar yang dicari para ilmuwan dari
berbagai belahan dunia.
Dalam tempo dua tahun, 1998-2000, namanya tercatat di
sepuluh jurnal bergengsi sebagai peneliti utama. Selain tercatat di jurnal
Physica B, Evvy juga menulis buku Solid State Ionics (2001) bersama
profesor dari Jepang.
Di tengah kepopulerannya di kalangan fisikawan negara
maju, dan berbagai bujukan dengan segala fasilitas untuk berkiprah di luar
negri, namun istri Dr Ir Pratondo Busono (Kepala Bidang Instrumentasi
Kedokteran BPPT) mengatakan tetap ingin bertahan di Indonesia. Ia mengaku
masih ingin bebas meneliti dan memberikan ilmunya untuk kemajuan negeri
ini. (Gesit Ariyanto) --- Sumber: Harian Kompas, 2004.

sebelumnya
| awal | berikutnya
|